Selasa, 25 Mei 2010

Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) dan Ikan Tawes (Puntius javanicus CV) sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau, Sumatera Barat

Jurnal Natur Indonesia 6(2): 87-90 (2004)
ISSN 1410-9379
Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) dan Ikan
Tawes (Puntius javanicus CV) sebagai Agen Hayati Pembersih
Perairan Danau Maninjau, Sumatera Barat
Hafrijal Syandri
Jurusan Budidaya Perairan, Faperi, Universitas Bung Hatta, Padang 25136
Diterima 26-08-2003 Disetujui 02-03-2004
ABSTRACT
This research was aim to know the use of the Osteochilus haselti CV and Puntius javanicus CV as the biological
agents of the cleaner of Maninjau Lake and knew the growth and survival second type this test fish during
culture without in gave additional material. From the result of the research in received three types the phytoplankton
that in ate by nilem fish that is Cyanophyceae, Chlorophyceae, Diatome and the kind that was eaten by tawes
fish consisted of two kinds that are Cyanophyceae and Chlorophyceae. The weight and longer absolute growth
the nilem fish as big as 20.38 g and 3.82 cm and for the tawes fish as big as 7.48 g and 5.21. From result of the
research in concluded that from second type the test fish could in used as the biloical agents of lake cleaner
Maninjau.
Keywords: biological agents, O. haselti CV, P. javanicus CV, cleaner.
PENDAHULUAN
Danau Maninjau merupakan perairan dengan
luas 9.950 ha. Sejak dikembangkan usaha budidaya
keramba jaring apung pada tahun 1992, Danau
Maninjau mendapat beban yang berasal dari sisa
pakan dan sisa metabolisme ikan. Dampak negatif
yang ditimbulkannya adalah terjadinya kematian
massal ikan pada tahun 1997 sebanyak 950 ton,
dengan kerugian sebesar Rp. 2,7 milyar.
Sejak tahun 1998 hingga 2001 warna air Danau
Maninjau mengalami perubahan dari jernih menjadi
hijau pekat. Perubahan ini dapat dijadikan sebagai
salah satu indikator terganggunya ekosistem danau
tersebut yang disebabkan oleh adanya aktivitas
budidaya perikanan keramba jaring apung (cage
culture) sebanyak 3.500 unit. Akibat aktivitas tersebut
dihasilkan limbah yang berasal dari pakan ikan
sebanyak 292,88 ton/tahun, nitrogen 146,68 ton/tahun
dan urea 310,0 ton/ tahun (Syandri et al, 2000).
Tingginya kandungan bahan-bahan organik di
perairan tersebut secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi kondisi perairan
seperti terjadinya bloomming phytoplankton yang
pada gilirannya berdampak negatif terhadap sektor
perikanan, pariwisata dan dapat merusak peralatan
mesin Pembangkit Listrik Tenaga Air (Syandri et al,
1998).
Untuk memperbaiki kualitas perairan Danau
Maninjau diperlukan suatu cara yang tepat, tidak
beresiko, mudah, dan murah, serta berdampak positif
terhadap masyarakat luas serta mendukung program
pemerintah dibidang perikanan. Penggunaan biocleaning
agent merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan, seperti yang telah dicobakan di
Waduk Saguling dengan menggunakan ikan mola
(Hypophthalmichthyis milirix) sebagai ikan uji
(Danakusumah 1999).
Ikan nilem merupakan ikan asli perairan Danau
Maninjau, sedangkan ikan tawes tidak terdapat di
danau tersebut. Kedua jenis ikan ini adalah pemakan
plankton dan diduga dapat memanfaatkan plankton
yang sedang blooming di Danau Maninjau. Oleh
karena itu, telah dilakukan penelitian penggunaan ikan
nilem dan tawes sebagai agen hayati pembersih
Danau Maninjau. Tujuan penelitian ini adalah 1)
mengetahui kemampuan ikan nilem dan tawes
sebagai agen hayati pembersih perairan Danau
Maninjau dengan cara mengidentifikasi jenis plankton
yang terdapat di dalam saluran pencernaan kedua
jenis ikan uji dan jenis plankton yang dominan yang
terdapat di Danau Maninjau, 2) mengetahui pola
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nilem dan
tawes yang dipelihara di dalam keramba jaring apung
tanpa diberi pakan tambahan.
88 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 87-90 (2004) Syandri.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Muko-Muko,
Danau Maninjau pada bulan Juni-Desember 2001.
Metode penelitian adalah metode eksperimen
menggunakan ikan nilem dan tawes sebagai ikan uji.
Ikan nilem dan tawes diperoleh dari Unit Pembenihan
Rakyat (UPR) Nagari Balai Tangah Kecamatan Lintau
Buo Kabupaten Tanah Datar.
Jumlah ikan nilem dan tawes yang dipelihara
masing-masing sebanyak 3.000 ekor. Ikan uji
dipelihara di dalam keramba jaring apung (KJA)
dengan ukuran 2x2x2 meter dengan padat tebar 1.000
ekor/unit keramba dengan jumlah sebanyak enam
unit. Ukuran mesh size keramba yang digunakan
sebesar 1/5 inchi dan keramba ditempatkan pada
kedalaman 15 meter. Bobot awal rata-rata untuk ikan
nilem 3,34 g/ekor dan panjang 8,93 cm, sedangkan
ikan tawes 0,27 g/ekor dan panjang 3,33 cm. Ikan
tersebut dipelihara selama enam bulan tanpa diberi
pakan tambahan. Diharapkan phytoplankton yang
terdapat di danau dapat dimanfaatkan oleh kedua
jenis ikan uji sebagai pakan.
Identifikasi jenis plankton dilakukan dua tahap
yaitu 1) identifikasi jenis plankton yang terdapat di
Danau Maninjau dilakukan sebanyak dua kali yaitu
pada awal dan akhir penelitian dengan menggunakan
alat plankton net, 2) mengetahui jenis plankton yang
terdapat pada saluran pencernaan ikan uji dilakukan
dengan cara pemeriksaan saluran pencernaan ikan
uji. Ikan diambil dari masing-masing keramba dengan
jumlah seluruhnya sebanyak 10 ekor. Saluran
pencernaan dipotong sepanjang 2 cm kemudian
direndam dengan formalin 4%. Untuk keperluan
pengukuran panjang dan berat mutlak ikan diukur dan
ditimbang sebelum dibunuh. Identifikasi plankton
dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Bung
Hatta Padang berpedoman kepada Needham &
Needham (1962).
Untuk mengetahui hubungan bobot tubuh
dengan panjang total ikan uji dilakukan pengambilan
sampel pada akhir penelitian sebanyak 60 ekor. Untuk
perhitungannya digunakan rumus yang dikemukakan
oleh Ricker (1975) yaitu W = aLb dimana W: bobot
ikan uji (gram), L: panjang total ikan (cm), sedangkan
a dan b: konstanta regresi hubungan panjang-bobot.
Untuk mengukur panjang dan berat mutlak ikan uji
digunakan rumus yang dikemukakan oleh Effendie
(1979), yaitu Lm: Lt - Lo, dimana Lm: pertumbuhan
panjang mutlak (cm), Lt: panjang pada akhir
penelitian, dan Lo: panjang pada awal penelitian.
Untuk menghitung pertumbuhan berat mutlak (Wm)
digunakan rumus Wm = Wt - Wo, dimana Wt: berat
ikan pada akhir penelitian dan Wo: berat ikan pada
awal penelitian. Seluruh data dianalisis secara
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis plankton yang terdapat di Danau
Maninjau dan yang dimanfaatkan oleh ikan nilem dan
tawes sebagai pakan dicantumkan pada Tabel 1.
Jenis Plankton di Dalam Saluran
Pencernaan
Jenis Plankton di
Danau Maninjau
Ikan Nilem Ikan Tawes
Phytoplankton
Cyanophyceae
Croococus sp
Oscilatoria
Merismopedia
Nostoc
Myrocystis
Spirulina
Chlorophyceae
Microsphora sp
Ankinedesmus
Diction reticulata\
Spyrogyra stictica
Cosmarium
Khirchenerial sp
Scenedesmus
Tetradesmus
Chlorella sp
Coelastrum
Oedogonium sp
Diatomae
Navicula sp
Synedra rumphen
Melosyra granulata
Surieela ovalis
Gomphonema sp
Navicula radiosa
Achnanthes lineris
Zooplankton
Larva Crustacea
Nauplius
copepoda
Cylop diaptomus
Cyclop
Rotifera
Notolca
Asplanchana
Karatella
Phytoplankton
Cyanophyceae
Mycrocystis
Nostoc
Spirulina
Oscilatoria
Chlorophyceae
Ankinedesmus
Scenedesmus
Diction retiulatum
Tetradesmus
Chlorella sp
Coelastrum
Scenedesmus
Diatomae
Diatoma vulgare
Phytoplankton
Cyanophyceae
Myrocystis
Spirulina
Oscilatoria
Chlorophyceae
Ankinedesmus
Scenedesmus
Tetradesmus
Clhorella sp
Coelastrum
Scenedesmus
Tabel 1. Jenis plankton yang dominan di Danau Maninjau dan di
dalam saluran pencernaan ikan Nilem dan Tawes.
Ikan nilam dan tawes sebagai agen hayati pembersih Danau Maninjau 89
Dari Tabel 1 dapat dilihat phytoplankton yang
dominan di perairan Danau Maninjau berjumlah tiga
genus yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, dan
Diatomae. Sedangkan Zooplankton ada dua genus
yaitu Rotifera dan Crustacea. Hasil identifikasi jenis
plankton yang dilakukan di Danau Maninjau pada
awal dan akhir penelitian diperoleh jenis yang sama.
Dari 24 jenis phytoplankton yang ada, 11 jenis
(45,83%) dimakan oleh ikan tawes dan 8 jenis
(33,33%) dimakan oleh ikan nilem. Kilham & Kilham
(1978) menyatakan bahwa dominasi suatu jenis
phytoplankton pada suatu badan air lebih ditentukan
oleh perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam
badan air. Hal ini disebabkan setiap jenis
phytoplankton mempunyai respon yang berbeda
terhadap perbandingan jenis nutrien yang ada
terutama perbandingan konsentrasi nitrogen, fosfor,
dan silika dalam badan air.
Budidaya ikan di dalam KJA di Danau Maninjau
diperkirakan menghasilkan limbah yang berasal dari
pakan ikan sebesar 292,88 ton/tahun (Syandri et al,
2000). Sebagian besar pakan yang diberikan akan
menjadi limbah organik yang jatuh sebagai sedimen
atau tertahan di badan air menjadi sedimen ataupun
larutan. Garno (1993) menyatakan bahwa dalam
bentuk apapun limbah KJA ini pasti akan diurai oleh
bakteri yang ada dalam badan air, di lapisan atas
diurai oleh bakteri aerob, sedangkan pada lapisan
dasar yang tidak mengandung oksigen diurai oleh
bakteri anaerob. Dengan proses dekomposisi yang
selalu mengandung nutrien (N dan P) dapat memicu
petumbuhan phytoplankton yang ada, dan jika suplai
nutrien terjadi secara kontinyu dapat mengakibatkan
terjadi blooming Mycrosystis seperti yang telah terjadi
di Danau Maninjau pada tahun 1999-2000 (Syandri
et al, 2000).
Dari tiga jenis phytoplankton yang terdapat di
Danau Maninjau genus Cyanophycea merupakan
jenis yang dapat menghasilkan toksin pada ikan. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Nabib & Pasaribu (1989) bahwa organisme tersebut
dapat memberikan dua akibat langsung pada populasi
ikan di antaranya keracunan oleh ekskresi dari
Ichthyotoksin dan kesulitan bernafas disebabkan oleh
pengurangan oksigen secara cepat karena respirasi
organisme tersebut atau juga dapat disebabkan oleh
kematian mendadak suatu kelompok organisme
tersebut. Selama dan sesudah proses blooming
dihasilkan racun yang sangat mematikan bagi ikan
dan hal ini telah terjadi di Danau Maninjau. Dengan
kondisi air Danau Maninjau yang berwarna hijau pekat
plankton tumbuh sangat subur dimana menurut Nabib
& Pasaribu (1989) pada kondisi ini jumlah selnya
dapat berkisar antara 20-100 x 103 sel/ml. Kemudian
Kabata (1985) menyatakan bahwa apabila terjadi
blooming Mycrocystis auroginosa sebanyak 500.000
koloni/liter air sudah dapat mematikan populasi ikan
di perairan. Kemudian dijelaskan jenis Oscillatoria
dapat juga menurunkan mutu ikan bila terdapat di
perairan dalam pengenceran 1:5000 yang
menyebabkan bau lumpur pada ikan.
Dari analisis saluran pencernaan yang
dilakukan pada kedua jenis ikan uji ditemukan empat
jenis genus Cyanophyceae, terdiri dari Ocillatoria,
Mycrocystis, Spirullina, dan Nostoc. Dominasi
Cyanophyceae memperkuat dugaan bahwa air Danau
Maninjau sudah tergolong eutropik, dimana
Cyanopheae dapat hidup dengan subur karena
mampu beradaptasi dengan fluktuasi oksigen terlarut
yang tinggi (Moss 1988), dan cocok dengan pH 7
(Bold & Wynne 1978). Zooplankton tidak ditemukan
pada saluran pencernaan kedua ikan uji, karena ikan
ini bersifat herbivora. Dari hasil penelitian dapat
dinyatakan bahwa ikan nilem dan tawes dapat
memanfaatkan berbagai jenis phytoplankton yang
dominan di perairan Danau Maninjau terutama genus
Cyanophyceae dan Chlorophyceae. Dengan
demikian ikan nilem dan tawes dapat ditebarkan ke
dalam Danau Maninjau sebagai alternatif untuk
mengatasi blooming phytoplankton.
Hubungan bobot tubuh dengan panjang total
ikan nilem dan tawes. Dari hasil penelitian yang
dilakukan diperoleh kisaran panjang dan berat ikan
nilem antara 10,8-16,0 cm dan berat 13,0-48,5 g
sedangkan untuk ikan tawes antara 7,0-12,9 cm dan
berat antara 3,0-24,0 g. Dari analisis data diperoleh
hubungan bobot tubuh dengan panjang ikan uji
memperlihatkan suatu persamaan geometrik dimana
untuk ikan nilem W = 2,344 x 10-6 L3,3223, dan untuk
ikan tawes W = 2,470 x 10–6 L3,3312. Dari nilai koefisien
korelasi ikan nilem diperoleh hubungan yang erat
antara bobot tubuh dengan panjang total (r = 0,94, n
= 60), dan ikan tawes (r = 0,91, n = 60). Dari nilai
persamaan koefisien regresi (b) diperoleh hubungan
90 Jurnal Natur Indonesia 6(2): 87-90 (2004) Syandri.
bobot tubuh dengan panjang total ikan uji lebih besar
dari 3,0 (b > 3,0), masing-masing 3,3223 untuk ikan
nilem dan 3,3312 untuk ikan tawes. Berdasar kedua
nilai tesebut, maka dapat dinyatakan bahwa
pertumbuhan kedua ikan uji yang dipelihara dalam
KJA tanpa diberi pakan tambahan bersifat alometrik
positif yaitu pertumbuhan bobot tubuh lebih cepat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan panjang.
Pertumbuhan panjang tubuh dipengaruhi oleh faktor
genetis. Diperolehnnya pertumbuhan yang baik pada
kedua ikan uji walaupun tidak diberi pakan tambahan
disebabkan ikan uji dapat memanfaatkan
phytoplanton yang terdapat di Danau Maninjau
sebagai sumber pakannya. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Susanto (1996) bahwa ikan
tawes muda dan dewasa memakan tumbuhan air
seperti Chlorophyceae, Characeae, dan
Ceratophyllaceae.
Pertumbuhan Panjang dan Berat Multak Ikan
Uji. Dari hasil penelitian diperoleh pertumbuhan
panjang mutlak ikan nilem sebesar 3,82 cm dan berat
20,38 g, sedangkan untuk ikan tawes diperoleh
panjang mutlak sebesar 5,21 cm dan berat 7,48 g.
Kelangsungan hidup ikan uji yang dipelihara selama
penelitian lebih kurang 90%. Mortalitas terjadi saat
awal pemeliharaan dan diduga hal ini terjadi akibat
penanganan selama transportasi.
pertumbuhan berat tubuh lebih cepat dari pada
pertumbuhan panjang badan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada PT PLN
(Persero) Sektor Bukit Tinggi yang telah membantu
pendanaan penelitian ini.
KESIMPULAN
Ikan nilem dan tawes yang dipelihara di dalam
KJA di Danau Maninjau dapat memanfaatkan
phytoplankton sebagai pakannya. Kedua jenis ikan
uji dapat tumbuh dengan baik tanpa diberi pakan
tambahan. Pertumbuhan ikan nilem dan tawes yang
dipelihara di dalam KJA bersifat allometrik positif yaitu
DAFTAR PUSTAKA
Bold, H.C. & Wyne, M.J. 1978. Introduction to the Algae: Structure
and Reproduction. New Jersey: Prentice-Hall.
Danakusumah, E. 1999. Kemungkinan penggunaan ikan mola
(Hypophthalmichthyis milirix) sebagai agen pembersih
perairan waduk. Jakarta: Ditjen Pengairan dan Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor: Yayasan
Dewi Sri.
Garno, Y.S. 1993. Eblibility of several phytoplankton species by
simocephalus vetulus. Proceeding Seminari on Technology
Application on Marine Environmental Monitoring for Casting
and Information System. Jakarta.
Kabata, Z. 1985. Parasite and Diseases of Fish Culture in the
Tropic. London: Taylor & Francis.
Kilham, S.S. & Kilham, P. 1978. Natural community bioasaays:
prediction of result based on nutrient physiology and
competition. Int. Ver Theor Anew. Limnol. Ver. 20: 68-74.
Moss, B. 1988. Ecology of Freshwater Man and Medium. Oxford:
Blackwell Scientist Publication.
Nabib, R. & Pasaribu, F.H. 1989. Patologi dan Penyakit Ikan.
Bogor: PAU Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Needham, G.J. & Nedham, P.R. 1962. A Guide to the Study of
Freshwater Biology. San Fransisco: Holden Day Inc.
Ricker, W.E. 1975. Computation and interpretation of biological
statistics of fish populations. Bull. Fish Res. Board Cand.
119: 191-383.
Susanto, H. 1996. Budidaya Ikan di Pekarangan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Syandri, H., Kusuma, H., Murniwira & Jufri. 1998. Pemanfaatan
perairan Danau Maninjau dalam rangka penyusunan
perikanan jala apung. Laporan Kerjasama Penelitian.
Padang: BPTP Sukarami dengan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Bung Hatta.
Syandri, H., Kusuma, H. & Ernijuita. 2000. Pengaruh perikanan
keramba jaring apung dan PLTA terhadap perairan Danau
Maninjau. Laporan Kerja Sama Penelitian. Padang: PT PLN
(Persero) Sektor Bukit Tinggi dengan Elsals Padang.

Tidak ada komentar:

menurut saudara apa yang perlu ditambahkan?