Kamis, 27 Mei 2010

ASPEK HABITAT, MAKANAN DAN REPRODUKSI IKAN LAIS

© 2004 Roza Elvyra Posted 11 Desember 2004 Makalah Individu Pengantar Ke Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Desember, 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof. Dr. Ir. Zahrial Coto Dr. Ir. Hardjanto, MS.

ASPEK HABITAT, MAKANAN DAN REPRODUKSI IKAN LAIS
Oleh :
ROZA ELVYRA
G361040071/BIO roza_elvyra@yahoo.com
I. PENDAHULUAN
Keberadaan makhluk hidup pada suatu daerah tergantung pada faktor lingkungan yang dapat mendukung kehidupan makhluk hidup pada daerah tersebut. Hubungan timbal balik terjadi antara makhluk hidup dengan lingkungannya baik faktor biotik maupun abiotik dalam suatu ekosistem. Apabila faktor lingkungannya sesuai, makhluk hidup dapat hidup dengan baik. Tetapi apabila faktor lingkungan berubah, hanya makluk hidup yang mempunyai kisaran toleransi yang luas terhadap perubahan tersebut, yang akan mampu bertahan hidup. Hal ini berlaku pada ekosistem daratan maupun perairan.
Pada ekosistem perairan, dikenal suatu tipe yang khas yaitu “flood plain river” atau sungai berawa banjiran yang dikenal juga dengan sebutan lebak lebung. Variasi ketinggian dan kemiringan daerah pada plain (dataran) ini menyebabkan perbedaaan pada waktu terbenamnya suatu tempat pada plain tersebut, begitu juga pada pola aliran banjirnya (flood). Perubahan terjadi terus menerus pada dasar sungai. Sungai yang sudah lama terbentuk, sedimen pada bagian dasarnya berupa lumpur dan pada dasar sungai yang masih baru,
2
sedimennya berupa potongan-potongan tumbuhan. Hal ini memberikan karakteristik dataran air tawar (flat plain), yang menghasilkan modifikasi terus menerus pada daerah geografinya (Welcomme, 1979).
Ikan lais hidup di sungai yang termasuk tipe sungai berawa banjiran. Daerah penyebaran ikan ini di Indonesia adalah di Sumatera, Kalimantan dan Jawa. Jenis ikan yang dikatakan ikan lais oleh masyarakat adalah jenis-jenis ikan dari famili Siluridae yang terdiri dari beberapa genus. Diantara genus-genus tersebut yang mempunyai spesies paling banyak adalah Cryptopterus yaitu terdiri dari C. bicirrhis, C. schilbeides, C. cryptopterus, C. hexapterus, C. limpok, C. macrocephalus, C. apogon, C. micronema, C. lais dan C. mononema (Saanin, 1984 dan Kottelat et al., 1993). Pada makalah ini penulis membatasi bahasan hanya pada ikan-ikan lais dari genus Cryptopterus saja.
Ikan lais merupakan ikan air tawar yang mempunyai arti ekonomis penting. Ikan tersebut disukai oleh masyarakat dan dapat dibeli dalam bentuk segar maupun ikan asap (salai). Menurut informasi nelayan dari salah satu daerah penyebaran ikan lais yaitu di Sungai Kampar Kiri propinsi Riau, ikan lais akhirakhir ini semakin sedikit yang tertangkap dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan harga ikan lais semakin mahal sehingga para nelayan berusaha menangkap ikan tersebut tanpa memperhatikan ukurannya lagi. Penangkapan dengan tidak mempertimbangkan ukuran ikan, tentu mengakibatkan turunnya kepadatan populasi ikan. Besar kemungkinan ikan-ikan kecil yang tertangkap adalah ikan yang belum sempat bereproduksi. Hal ini pada akhirnya akan dapat menyebabkan kepunahan. Oleh sebab itu usaha pelestarian perlu dilakukan sebelum terjadi kepunahannya di alam. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka perlu dilakukan pelestarian terhadap ikan lais khususnya Cryptopterus spp., antara lain melalui pembudidayaannya.
Aspek-aspek yang perlu diketahui dalam usaha pembudidayaan Cryptopterus spp. diantaranya adalah habitat, makanan, serta reproduksinya. Penelitian terhadap ikan lais Cryptopterus spp. yang telah dilakukan antara lain morfometrik ikan lais Siluroidea dari perairan kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Riau (Pulungan, Ahmad, Siregar, Ma’amoen dan Alawi, 1985). Aspek biologi ikan lais di perairan Lubuk Lampam Sumatera Selatan mengenai kebiasaan makanan, reproduksi dan faktor kondisi ikan (Utomo, Adjie dan Asyari, 1990). Beberapa aspek ekologi ikan lais C. limpok (Blkr.) di sungai Kampar Kiri Riau yaitu mengenai habitat, kebiasaan makanan dan reproduksi (Elvyra, 2004). Data-data mengenai aspek-aspek tersebut sangat diperlukan terutama dalam usaha pembudidayaan untuk menjaga kelestarian ikan lais.
II. IKAN LAIS Cryptopterus spp. 2.1. Sistimatika dan Ciri Morfologi
Sistimatika ikan lais Cryptopterus spp. yang termasuk kelompok ikan catfish ini, menurut Saanin (1984) adalah :
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Siluroidea Famili : Siluridae Genus : Cryptopterus
Nama daerah ikan lais ini di Indonesia bermacam-macam antara lain dikenal dengan nama lais padi, lais tunggul, limpok, padgiat, mahor, bentilap, léé, lais timah dan lais putih.
Selanjutnya Saanin (1984) dan Kottelat et al., (1993) menjelaskan ciri-ciri Cryptopterus antara lain adalah tidak bersisik, ujung belakang lubang hidung di muka pinggiran depan mata. Gigi-gigi pada tulang mata bajak (dengan satu kecualian) satu tumpuk. Sungut dua pasang. Sirip punggung rudimenter atau tidak ada. Bersirip perut. Tidak mempunyai sirip lemak. Sirip dubur sangat panjang. Ciri-ciri jenis ikan dari genus Cryptopterus dijelaskan di bawah ini, sedangkan beberapa gambarnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ciri-ciri C. schilbeides yaitu gigi-gigi pada tulang bajak 2 tumpuk yang berpisahan. Pada C. macrocephalus gigi-gigi tulang mata bajak 1 tumpuk. Sirip punggung rudimenter. Sungut rahang bawah lebih pendek daripada kepala. Sirip dada sepanjang kepala. Sedangkan pada C. bicirrhis sirip dada jauh lebih panjang
4
daripada kepala. Sungut rahang atas mencapai sirip perut atau sirip dubur. Mempunyai 8-9 tulang tambahan tutup insang. Apabila sungut rahang atas mencapai atau melewati pertengahan sirip dubur, dengan 8-9 tulang tambahan tutup insang merupakan ciri-ciri C. lais. Sedangkan jika sungut rahang atas mencapai pangkal sirip dada, mempunyai 10-11 tulang tambahan tutup insang merupakan ciri-ciri C. Cryptopterus. Pada C. limpok, sungut rahang bawah lebih panjang daripada kepala. Sungut rahang atas hampir mencapai ujung sirip dubur. Penampang punggung cembung. Pada C. mononema sungut rahang atas hampir mencapai pertengahan sirip dubur. Penampang punggung hampir lurus. Ciri-ciri C. apogon, tidak mempunyai sirip punggung. Gigi-gigi pada tulang mata bajak satu tumpuk. Tumpuk gigi-gigi pada tulang mata bajak bersudut-sudut, sirip dada jauh lebih pendek daripada kepala. Apabila tumpuk gigi-gigi pada tulang mata bajak bundar, hampir selebar tulang langit-langit, sirip dadanya lebih pendek daripada kepala merupakan ciri-ciri C. micronema. Tetapi apabila tumpuk gigigigi pada tulang mata bajak lurus, pendek, bentuk ellips. Selanjutnya sirip dada lebih panjang daripada kepala merupakan ciri-ciri C. Hexapterus (Saanin, 1984 dan Kottelat et al., 1993).
Ikan lais mempunyai pola pertumbuhan yang isometrik yaitu pertumbuhan panjang seimbang dengan pertumbuhan berat. Bentuk tubuh ikan lais masih dalam batas bentuk tubuh ikan pada umumnya yaitu dengan nilai “b” berkisar antara 2,53,5. Berdasarkan nilai faktor kondisi yaitu berkisar 0,24-0,44 ikan lais termasuk jenis ikan yang pipih (Utomo et al., 1990). 2.2. Aspek Habitat
Salah satu aspek habitat adalah kualitas air seperti suhu, oksigen terlarut, pH dan arus yang mempengaruhi kemampuan hidup ikan di perairan. Suhu optimum untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis berkisar 25-30 ºC (Boyd dan Kopler, 1979). Sedangkan untuk golongan ikan catfish suhu air berkisar antara 26,0-32,0 °C (Varikul dan Sritongsok, 1980). Semakin tinggi suhu, kadar garam dan tekanan parsial gas yang terlarut dalam air maka kelarutan oksigen dalam air akan semakin berkurang (Wardoyo, 1981).
Kelompok Siluridae kebanyakan terdiri dari spesies ikan yang tahan ap kondisi deoksigenasi dan diistilahkan dengan sebutan “blackfish” elcomme, 1979). Ikan-ikan ini sebagian besar waktu hidupnya dihabiskanan air hitam. Perairan air hitam dicirikan oleh warna perairan yang coklat tua sampai kehitaman yang disebabkan oleh adanya asam humat, pH relatif lebih rendah tapi tidak keruh (transparansinya tinggi). Perairan danau oxbow an rawa gambut termasuk perairan air hitam (Hartoto, Sarnita, Sjafei, SaSyawal, Sulastri, Kamal dan Siddik, 1998).
Keasaman air disebut juga dengan pH (puissance negatif de Hidrogen) yang dinyatakan dalam angka 1,0 sampai 14,0. pH adalah log 10 (l/(H+)), dim(H+) adalah konsentrasi ion hidrogen. Dalam hal ini yang diukur adalah mpuan suatu larutan air dalam memberikan ion hidrogen. Nilai pH yang rendah menunjukkan keasaman yang lebih tinggi sedangkan nilai pH nunjukkan larutan air dalam keadaan netral. Semakin banyak (H+) kondisi kin asam. Apabila O
2
tinggi maka pH tinggi, sedangkan bila O
rendah mpH rendah (Sutisna dan Sutarmanto, 1995).
2
Pada umumnya pH yang cocok bagi kehidupan ikan berkisar antara 6,78,6. Namun beberapa jenis ikan yang karena lingkungan hidup aslinya berada di rawa-rawa mempunyai ketahanan untuk hidup pada pH yang rendah (Susanto, ). Ikan C. limpok mampu hidup pada air dengan pH sedikit asam yaitu rata-rkisar 5,5-6,0 (Elvyra, 2004).
Faktor lingkungan lainnya adalah arus. Arus dapat menguntungkan karena dapat membawa makanan, oksigen dan sebagainya. Namun arus kuat nyebabkan ketidakseimbangan pada dasar perairan yang lunak (Arinardi, ).
Kelompok Siluridae sering berada pada air yang tenang di floodplain dan ereka pindah ke sungai mereka tinggal di pinggir yang bervegetasi atau lubuk di dasar sungai pada periode kemarau (Welcomme, 1979). Sistem ripadanau oxbow pada ekosistem floodplain ini, berupa tegakan rumput terendam(flooded grass land) yang berisi aneka rerumputan yang tahan rendaman air, dan n hutan rawang (flooded forest) yang disusun oleh tumbuhan perdu dan pohon. Ikan memanfaatkan tegakan rumput terendam dan hutan rawang jika tinggi air meningkat dan melimpah dari tebing (Hartoto et al., 1998). 2.3. Aspek Makanan
Keberadaan ikan pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan makanan yang dibutuhkannya. Makanan adalah salah satu aspek ekologis yang mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya populasi, pertumbuhan dan reproduksi ikan (Nikolsky, 1963).
Makanan yang dimakan oleh ikan dapat diketahui dari analisis isi lambungnya. Jika suatu macam organisme makanan ikan banyak terdapat dalam suatu perairan belum tentu menjadi bagian penting dalam komposisi makanan ikan. Ikan memilih makanan tertentu, yaitu dengan ditemukannya macam makanan tersebut sebagai bagian makanan terbesar di dalam lambungnya (Effendie, 1992).
Tabel 1. Komposisi Pakan Alami dengan Indek Bagian Terbesar (%) dalam Lambung Ikan Lais C. limpok dan C. micronema pada Musim Kemarau dan Penghujan
Musim kemarau Musim penghujan Kelompok
Pakan C. limpok C. micronema C. limpok C. micronema 1.Ikan 80,66 99,9 62,7 87 2.Serangga air -Zygoptera 1,06 0,004 2 0,9 -Odonata - - 0,4 - -Blastomatidae - - 1,9 - -Plecoptera - - 0,7 - -Hydrophilidae - - 3,4 - 3.Udang 2,67 0,022 13,6 2 4.Tumbuhan air 12,39 0,024 12,4 1,1 5.Tidak
teridentifikasi 3,20 0,012 2,6 9
Jumlah 100 100 100 100 (Sumber : Utomo et al., 1990).
Komunitas ikan dapat dikelompokkan menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan (Purnomo, Satria dan Azizi, 1992).
Ikan lais C. apogon termasuk ikan karnivora dimana indek bagian terbesar makanan dalam lambungnya berupa juvenil ikan sebanyak 98 % (Hartoto, Sjafei dan Kamal, 1999). Dari hasil penelitian Utomo et al., (1990) pada jenis ikan lais C. limpok dan C. micronema juga termasuk jenis ikan karnivora. Saat musimpenghujan pada alat pencernaan ikan lais ini lebih banyak jenis makanan berupa serangga air dibanding musim kemarau, karena ikan lais saat air besar akan menyebar sampai ke daerah lebak yang banyak terdapat serangga air (Tabel 1).
Ikan-ikan pada habitat floodplain mempunyai kebiasaan makanan yang sangat fleksibel dan menyesuaikan dengan variasi fase pada siklus genangan. Sumber makanan berasal dari dalam akuatik sistem itu sendiri (sumber makanan autohtonous) atau dari luar sistem akuatik (sumber makanan allohtonous). Bagaimanapun pada akhirnya semuanya tergantung kepada material allohtonous dalam bentuk endapan lumpur alluvial, nutrien terlarut ataupun hasil dekomposisi pada tanah genangan (Welcomme, 1979). Bahan masukan tersebut dapat juga berupa serangga, sisa-sisa tumbuhan mati, serasah setengah terurai yang terbawa air hujan atau angin masuk ke perairan (Hartoto, Sjafei dan Sumantadinata, 1993).
2.4. Aspek Reproduksi
Tingkat kematangan gonad ialah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan itu berpijah. Tingkat kematangan tertinggi akan didapatkan pada saat pemijahan akan tiba. Tingkat kematangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indek yang dinamakan Indek Kematangan Gonad atau disebut juga Indek Gonad Somatik. Sejalan dengan perkembangan gonad, indek kematangan gonad akan semakin bertambah besar dan mencapai batas kisar maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie, 1992).
Indek kematangan gonad pada C. limpok berkisar 0,23-8,78 % yaitu kecil dari 20 % (Elvyra, 2004). Ikan yang mempunyai indek kematangan gonad lebih
8
kecil dari 20 % dapat memijah berkali-kali dalam setahun (Bagenal, 1978). Tipe pemijahan seperti ini disebut tipe parsial yaitu telur-telur ikan tidak dikeluarkan seluruhnya dalam satu kali pemijahan (Lowe-McConnel, 1975). Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo et al. (1990) yang menyatakan bahwa ikan lais di Lubuk Lampam dapat memijah sepanjang tahun dan mencapai puncak memijah (TKG IV) pada musim penghujan.
Pada ekosistem floodplain di Mekong Vietnam kebanyakan ikan-ikan ditemukan matang gonad sepanjang tahun kecuali dalam periode pendek saat permukaan air sangat rendah. Ikan-ikan ini tidak bersifat sinkronous (oositnya tidak diovulasikan pada waktu yang sama). Puncak aktivitas pemijahannya terjadi ketika permukaan air tinggi (Lowe-McConnel, 1975).
Fekunditas adalah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan akan memijah (Sutisna dan Sutarmanto, 1995). Fekunditas dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang menentukan fekunditas adalah jumlah makanan yang dikonsumsi. Semakin besar jumlah makanan yang dikonsumsi maka fekunditasnya juga semakin tinggi, sedangkan ukuran telur banyak ditentukan faktor genetik (Purdom, 1979). Semakin banyak tersedia makanan, pertumbuhan ikan akan semakin cepat dan fekunditas semakin tinggi (Wootton, 1973).
Pulungan et al. (1985) mendapatkan kisaran fekunditas pada C. lais berkisar 2990-5880 butir pada panjang total tubuh 218-270 mm dan berat tubuh 39,5-110 g. Sedangkan pada jenis C. limpok, Elvyra (2004) mendapatkan kisaran panjang total dan berat tubuh pada waktu masak gonad masing-masing 210-313 mm dan 48,0-146,4 g dengan fekunditas 2435-19617 butir.
Kegunaan fekunditas adalah sebagai studi sistimatik, dinamika populasi, produktivitas, potensi reproduksi dan sebagainya. Dalam bidang akuakultur, jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan pada waktu pemijahan sangat jelas kegunaannya terutama dalam persiapan fasilitas kultur ikan (Effendie, 1992). Fekunditas menunjukkan kemampuan induk ikan untuk menghasilkan anak ikan dalam suatu pemijahan (Sumantadinata, 1990).

9
III. PENUTUP Dari makalah ini dapat disimpulkan mengenai aspek habitat, makanan dan
reproduksi ikan lais Cryptopterus spp. adalah sebagai berikut : 1. Ikan lais hidup di sungai yang termasuk tipe ekosistem “floodplain river”,
tahan terhadap kondisi deoksigenasi dan pH relatif rendah. 2. Ikan lais termasuk ikan karnivora, mempunyai kebiasaan makanan yang
fleksibel dan menyesuaikan dengan variasi fase pada siklus genangan. 3. Ikan-ikan lais tidak bersifat sinkronous dan mempunyai tipe pemijahan parsial.
DAFTAR PUSTAKA Arinardi, O.H. 1978. Sifat-sifat Fisik dan Kimiawi Perairan Estuari. Pewarta
Oseana, 5 dan 6 : 4-7. Bagenal, T.B. 1978. Aspects of Fish Fecundity. Ecology of Freshwater Fish
Production. Blackwell Scientific Publications. Oxford. Boyd, C.E. and E.L. Kopler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish
Culture. Research and Development Series No. : 22. International Centre for Aquaculture. Agriculture Experiment Station. Auburn University. Alabama.
Effendie, M.I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Penerbit Yayasan Agromedia.
Bogor.
Elvyra, R. 2004. Beberapa Aspek Ekologi Ikan Selais Cryptopterus limpok (Blkr.) di Sungai Kampar Kiri Riau. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Andalas. Padang.
Hartoto, D.I., D.S. Sjafei dan M.M. Kamal. 1999. Catatan Kebiasaan Pakan Ikan
Air Tawar Di Danau Takapan Kalimantan Tengah. Limnotek VI (2) : 2332.
Hartoto, D.I., D.S. Sjafei dan K. Sumantadinata. 1993. Pengembangan Baku Mutu
Sifat Limno-Engineering Pusat Distribusi Biodiversitas Perikanan Perairan Umum Tropika Studi Kasus di Propinsi Jambi. Prosiding Proyek Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Perairan Tawar 1993/1994.
Hartoto, D.I., A.S. Sarnita, D.S. Sjafei, A. Satya, Y. Syawal, Sulastri, M.M. Kamal dan Y. Siddik. 1998. Kriteria Evaluasi Suaka Perikanan Perairan Darat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

10
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari and S. Wirdjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) in Collaboration with The Environment Rep. of Indonesia. Jakarta.
Lowe-McConnel, R.H. 1975. Fish Communities in Tropical Freshwaters.
Longman Inc. London. New York. Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York. Pulungan, C.P., M. Ahmad, Y.I. Siregar, A. Ma’amoen dan H. Alawi. 1985.
Morfometrik Ikan Selais Siluroidea dari Perairan Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar Riau. Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru.
Purdom, C.E. 1979. Genetic of Growth and Reproduction in Teleost. p. 207-217.
In P. J. Miller (ed). Fish Phenology : Anabolic Adaptativeness in Teleost. The Zoological Society of London. Academic Press. London.
Purnomo, K.H. Satria dan A. Azizi. 1992. Keragaan Perikanan di Danau
Semayang dan Melintang. Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1992 / 1993. Hal. : 299-308.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Penerbit
Bina Cipta. Bandung. Sumantadinata, K. 1990. Pengembangbiakan Ikan-Ikan Peliharaan di Indonesia.
Penerbit Sastra Hudaya. Jakarta. Susanto, H. 1991. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penerbit Penebar Swadaya.
Jakarta. Sutisna, D.H. dan R. Sutarmanto. 1995. Pembenihan Ikan Air Tawar. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta. Utomo, A.D., S. Adjie dan Asyari. 1990. Aspek Biologi Ikan Lais di Perairan
Lubuk Lampam Sumatera Selatan. Buletin Penelitian Perikanan Darat, 2 (9) : 105-111.
Varikul, V. dan Sritongsok. 1980. A Review at Induced Fin Fish Breeding
Practises in Thayland. Singapore (Nov.): 25-28. Wardoyo, S.T.H. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan
Perikanan. Analisa Dampak Lingkungan. Training ANDAL PPLHUNDIP-PUSDI-PSL. IPB. Bogor. Hal.: 15-40.
Welcomme, R.L. 1979. Fisheries Ecology of Floodplain Rivers. Longman Inc.
New York.

menurut saudara apa yang perlu ditambahkan?