Senin, 10 Mei 2010

KLASIFIKASI IKAN

1. Ikan Mas Cyprinus carpio
Klasifikasi ikan mas Saanin (1984) dalam Sulistio (2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio L



Ikan Mas mempunyai ciri-ciri badan memanjang dan agak pipih, lipatan mulut dengan bibir yang halus, dua pasang kumis (barbels) yang kadang-kadang satu pasang diantaranya rudimenter, ukuran dan warna badan sangat beragam (Sumantadinata, 1983 dalam Wibawa, 2003).


2. Ikan Nila Oreochromis niloticus
Berdasarkan sistematika yang terdapat pada Tilapias; Taxonomy and Specification oleh Trewavas, 1982 (Saanin dalam Wibawa 2003) mengklasifikasikan ikan Nila sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : O. niloticus


Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah vertikal (kompress) dengan profil empat persegi panjang ke arah anterior posterior. Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembulkan. Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis vertikal dan pada sirip punggungnya garis tersebut kelihatan condong letaknya. Ciri khas nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal (ekor) dengan bentuk membulat terdapat warna kemerahan dan bisa digunakan sebagai indikasi kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan nila adalah type ctenoid. Ikan nila (Oreochromis niloticus) juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang keras, beitu pula pada bagian analnya. Dengan posisi sirip anal dibelakang sirip dada (abdominal). (Suyanto, 1994 dalam Wibawa, 2003).
Menurut Suyanto (1994) dalam Wibawa, (2003) ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, rawa, sawah, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut.
Ikan Nila merah Florida mempunyai tingkat kelangsungan hidup lebih baik pada slinitas 18 ppt dibandingkan dengan salinitas lebih rendah dan yang lebih tinggi, walaupun dapat dipelihara sampai salinitas 36 ppt (Watanabe et. al, 1990 dalam Arifin, 1995).

3. Ikan Patin Pangasius hypopthalmus
Saanin (1984) mengklasifikasi Patin Siam sebagai berikut :
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidei
Famili : Schilbeidae
Genus : Pengasius
Spesies : Pangasius hypopthalmus.
Selain klasifikasi dia atas, ada juga para ahli yang menglasifikasi lain, sehingga Patin Siam itu ber-spesies Pangasanodon hypopthalmus.





4. Ikan Nila Oreochromis niloticus
Berdasarkan sistematika yang terdapat pada Tilapias; Taxonomy and Specification oleh Trewavas, 1982 (Saanin dalam Wibawa 2003) mengklasifikasikan ikan Nila sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichtes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percormorphii
Sub ordo : Percoidae
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : O. niloticus



Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah vertikal (kompress) dengan profil empat persegi panjang ke arah anterior posterior. Posisi mulut terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembulkan. Pada sirip ekor tampak jelas garis-garis vertikal dan pada sirip punggungnya garis tersebut kelihatan condong letaknya. Ciri khas nila adalah garis-garis vertikal berwarna hitam pada sirip ekor, punggung dan dubur. Pada bagian sirip caudal (ekor) dengan bentuk membulat terdapat warna kemerahan dan bisa digunakan sebagai indikasi kematangan gonad. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan nila adalah type ctenoid. Ikan nila (Oreochromis niloticus) juga ditandai dengan jari-jari dorsal yang keras, beitu pula pada bagian analnya. Dengan posisi sirip anal dibelakang sirip dada (abdominal). (Suyanto, 1994 dalam Wibawa, 2003).
Menurut Suyanto (1994) dalam Wibawa, (2003) ikan nila dapat hidup di perairan yang dalam dan luas maupun di kolam yang sempit dan dangkal. Nila juga dapat hidup di sungai yang tidak terlalu deras alirannya, di waduk, rawa, sawah, tambak air payau, atau di dalam jaring terapung di laut.
Ikan Nila merah Florida mempunyai tingkat kelangsungan hidup lebih baik pada slinitas 18 ppt dibandingkan dengan salinitas lebih rendah dan yang lebih tinggi, walaupun dapat dipelihara sampai salinitas 36 ppt (Watanabe et. al, 1990 dalam Arifin, 1995).

5. Ikan Gurami Osphronemus goramy
Gurame merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, degan morfologi bentuk badan pipih lebar, bagian punggung berwarna merah sawo dan bagian perut berwarna kekuning-kuningan. Ikan gurame merupakan keluarga anabantidae. Keturunan helostoma dan dan bangsa labyrinthici. Dinas perikanan Jakarta (1997)
Klasifikasi ikan gurame :
Klas : pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Labyrinthici
Sub ordo : anabantoidae
Family : anabantoidae
Genus : Osphronemus
Species : Osphronemus goramy



6. Ikan lele Clarias batrachus
Di Indonesia dikenal banyak jenis lele, di antaranya lele lokal, lele dumbo, lele phiton dan lele babon (lele Kalimantan). Namun, yang dibudidayakan hanya lele lokal dan (Clarias batrachus) dan lele dumbo (Clarias gaeriepinus). Jenis yang kedua lebih banyak dikembangkan karena pertumbuhannya lebih cepat dan ukurannya lebih besar daripada lele lokal (Bachtiar, 2006).
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Bachtiar (2006) yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias batrachus


Habitat atau tempat hidup lele dumbo adalah air tawar. Air yang baik untuk pertumbuhan lele dumbo adalah air sungai, air sumur, air tanah, dan mata air. Namun, lele dumbo juga dapat hidup dalam kondisi air yang kurang baik seperti di dalam lumpur atau air yang memiiliki kadar oksigen rendah. Hal tersebut sangat dimungkinkan karena lele dumbo memiliki insang tambahan yaitu arborescent yang terletak di bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga terdapat kantung insang tambahan yang berbentuk seperti pohon, karenanya dinamakan arborescent organ. Organ ini dipergunakan untuk pernafasan udara sehingga memungkinkan lele dumbo untuk mengambil napas langsung dari udara dan dapat hidup di tempat beroksigen rendah. Alat ini juga memungkinkan lele dumbo untuk hidup di darat, asalkan udara di sekitarnya memiliki kelembapan yang tinggi (Bachtiar, 2006).

7. Ikan Sepat Hias colisa fasciata

Gambar 5. Ikan sepat hias colisa fasciata
Sumber : translate.google.com

Rumus sirip dorsal, V-VII (jari-jari keras atau duri) dan 8–10 (jari-jari lunak); dan sirip anal XII-XIV, 25–30. Gurat sisi 30–37 buah. Panjang standar (tanpa ekor) kira-kira 2,4 kali tinggi badan. Sepasang jari-jari terdepan pada sirip perut berubah menjadi alat peraba yang menyerupai cambuk atau pecut, yang memanjang hingga ke ekornya, dilengkapi oleh sepasang duri dan 2-3 jumbai pendek. (Weber dan de Beaufort 1922). Sekali memijah biasanya betina akan mengeluarkan 150–200 butir telur. Telur ikan akan menetas setelah 24 jam kemudian. Beberapa hari berikutnya burayak (anak-anak ikan) mulai aktif berenang. Pada saat itu hendaknya ikan jantan dipisahkan dari anak-anaknya, agar burayak-burayak itu tidak dimakannya menurut Sastrapradja et. al (1981).
Klasifikasi ikan sepat hias :
Kingdom : Animalia
Phylum : chordate
Kelas : actinopterigi
Ordo : perciformes
Family : Ospronemidae
Genus : trichogaster
Species : T. leeri

8. Sistem ketahanan ikan
Hewan air membutuhkan oksigen dalam jumlah yang berbeda – beda tergantung pada jenis, ukuran, kondisi fisiologis dan variabel lingkungan seperti suhu, kadar oksigen terlarut, kadar CO, salinitas dan lain – lain. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dengan jumlah cukup (Effendi, 2003).
Menurut Fujaya( 2004) bahwa oksigen digunakan sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagi reaksi metabolisme, sedangkan menurut (Afandi dan Tang, 2002) peranan oksigen dalam kehidupan ikan merupakan zat yang mutlak dibutuhkan untuk mengoksidasi makanan (karbohidrat, lemak, dan protein) sehingga dapat menhasilkan energi .
Pertukaran antara oksigen yang masuk ke dalam darah dengan karbondioksida yang keluar dari darah terjadi dengan cara difusi pada pembuluh darah dalam insang. Peredaran darah dalam filamen merupakan pertemuan antara pembuluh darah yang berasal dari jantung yang masih banyak mengandung karbondioksida dengan pembuluh darah yang akan meninggalkan filamen insang yang kaya akan oksigen (Tim Iktiologi, 1989).
Menurut Affandi (2002), organ pernafasan ikan dibagi menjadi dua yaitu alat pernafasan akuatik (insang) dan alat pernafasan udara ( air breathing fishes). Alat pernafasan akuatik berupa insang dalam, insang luar dan permukaan tubuh. Sedangkan alat pernafasan udara biasanya merupakan alat pernapasan tambahan terdapat pd ikan yang hidup di perairan bersuhu tinggi (tropis), stagnan, dan miskin oksigen. Selain memanfaatkan oksigen terlarut dalam air, beberapa jenis ikan mampu memanfaatkan oksigen secara langsung dari udara bebas dengan cara melakukan kontak langsung dengan udara (keluar di permukaan air. Umumnya ikan – ikan yang mempunyai kemampuan seperti ini hidup pada habitat air tawar di daerah tropis yang kandungan oksigennya sedikit bahkan anoksid.
Beberapa spesies ikan mempunyai alat pernafasan tambahan yang memungkinkan mereka dapat hidup di perairan dangkal atau perairan yang kurang oksigen. Menurut Brojo (2004), alat – alat pernafasan tambahan tersebut adalah: Labirin, berupa lipatan – lipatan lembaran tulang tapis yang tersusun seperti bunga mawar yang banyak sekali mengandung kapiler – kapiler darah untuk pertukaran oksigen dengan CO2, misalnya pada ikan sepat, ikan tambakan dan ikan betok. Arborescent organ, berbentuk seperti karang misalnya pada ikan lele yang terletak pada tulang lengkung insang pertama dan ketiga. Diverticula, yaitu lipatan – lipatan kulit di permukaan rongga bagian dalam mulut dan faring, misalnya pada ikan gabus. Alat pernafasan tambahan berbentuk tabung, misalnya pada ikan Saccobranchus, sejenis ikan lele yang hidup di perairan dalam. Lipatan – lipatan kulit tipis pada dinding bagian operculum, misalnya pada ikan blodok

MENYULAP ECENG GONDOK SEHINGGA BERNILAI EKONOMIS

Menurut Sastroutomo (1990) Eceng gondok merupakan tumbuhan air yang berasal dari brazil. Tumbuhan ini menyebar keseluruh dunia dan tumbuh pada daerah dengan ketinggian berkisar antara 0-1.600 m diatas permukaan laut yang beriklim dingin. Penyebaran tumbuhan ini dapat melalui kanal, sungai dan rawa serta perairan tawar lain dengan aliran lambat. Klasifikasi eceng gondok menurut ( Rizk dan Pav 1991) sebagai berikut :
Kingdom : Embryophytasi phonogama
Filum : magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Liliales
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Spesies : E. crassipes
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang kadang berakar dalam tanah. Eceng gondok memiliki tinggi sekitar 0,4-0,8 m dan tidak mempunyai batang. Daun eceng gondoktunggal dan berbentuk oval, ujung dan pangkalnya meruncing , pangkal dan tangkai menggembung, permukaan daunya licin dan berwarna hijau. Bunga eceng gondok termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir kelopaknya berbentuk tabung. Biji eceng gondok berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau serta akarnya merupakan akar serabut sutikno (1997).
Eceng gondok diketahui mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan sangat baik sehingga dapat tumbuh dengan cepat pada keadaan kurang subur serta dapat memanfaatkan pula kesuburan yang tinggi. Disamping itu eceng gondok memiliki masa yang besar, tumbuh mengapung diatas permukaan air sehingga mudah dipanen dibandingkan tanaman air lainya. Eceng gondok merupakan tanaman pengganggu yang sulit diberantas. Tumbuhan ini hampir hidup disemua perairan saerah tropis maupun subtropis, banyak kerugian yang dapat disebabkan eceng gondok, antara lain mengangu irigasi dan pembangkit listrik tenaga air serta bidang perikanan sutikno( 1997).
Eceng gondok memiliki kemampuan tinggi dalam menetralkan senyawa-senyawa toksi dalam perairan diantaranya seyawa fenol sebesar 160 kg/ha selama 72 jam, fosfat 157 kg/ha, nitrat 693 kg/ha dan ammonium sebanyak 50 mg/liter selama kurang lebih 15 hari. Selain itu, akar tanaman ini menghasilkan zat alleopathy yang mengandung zat antibiotoka dan juga mampu membunuh bakteri coli. Eceng gondok mempunyai kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini telah diteliti di laboratorium Biokimia, Institut Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat luar biasa yaitu menetralkan pencemaran, tanaman ini juga mampu menjernihkan/menurunkan kekeruhan suatu perairan hingga 120 mg/liter silika selama 48 jam sehingga cahaya matahari dapat menembus perairan dan dapat meningkatkan produkrtiviatas perairan melalui proses fotosintesis bagi tanaman air lainnya. Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat.
Disamping memiliki banyak manfaat, enceng gondok juga dapat merugikan bagi perairan. Eceng gondok ( Eihornia crassipes) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaranya di dalam Lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari ( pasaribu dan Sahwalita 2006). Eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun waduk sehingga dalam waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan, mengurangi fitoplankton dan zooplankton serta menyerap air sehingga terjadi proses pendangkalan, bahkan dapat menghambat kapal yang berlayar pada waduk. Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat. Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens). Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan. Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya. Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia dan menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, misalnya, caranya bisa dengan membatasi populasinya. Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan waduk oleh eceng gondok tidak lebih dari 50 persen permukaannya. Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Sebab, dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan pada ternak karena polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya.
Akar dari tumbuhan eceng gondok (Eichhornia crassipes) mempunyai sifat biologis sebai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri [ Little (1968) dan Lawrence dalam Moenandir (1990), Haider (1991) serta Sukman dan Yakup (1991) ]. Tumbuhan ini mempunyai daya regenerasi yang cepat karena potongan-potongan vegetatifnya yang terbawa arus akan terus berkembang menjadi eceng gondok dewasa. Eceng gondok sangat peka terhadap keadaan yang unsur haranya didalam air kurang mencukupi, tetapi responnya terhadap kadar unsur hara yang tinggi juga besar. Proses regenerasi yang cepat dan toleransinya terhadap lingkungan yang cukup besar, menyebabkan eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pengendali pencemaran lingkungan. (Soerjani, 1975). Sel-sel akar tanaman umumnya mengandung ion dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari pada medium sekitarnya yang biasanya bermuatan negative. Penyerapan ini melibatkan energi, sebagai konsekuensi dan keberadaannya, kation memperlihatkan adanya kemampuan masuk ke dalam sel secara pasif ke dalam gradient elektrokimia, sedangkan anion harus diangkut secara aktif kedalam sel akar tanaman sesuai dengan keadaan gradient konsentrasi melawan gradient elektrokimia. (Foth, 1991). Di dalam akar, tanaman biasa melakukan perubahan pH kemudian membentuk suatu zat khelat yang disebut fitosiderofor. Zat inilah yang kemudian mengikat logam kemudian dibawa kedalam sel akar. Agar penyerapan logam meningkat, maka tumbuhan ini membentuk molekul rediktase di membran akar. Sedangkan model tranportasi didalam tubuh tumbuhan adalah logam yang dibawa masuk ke sel akar kemudian ke jaringan pengangkut yaitu xylem dan floem, kebagian tumbuhan lain. Sedangkan lokalisasi logam pada jaringan bertujuan untuk mencegah keracunan logam terhadap sel, maka tanaman akan melakukan detoksofikasi, misalyna menimbun logam kedalam organ tertentu seperti akar.
Menurut Fitter dan Hay (1991), terdapat dua cara penyerapan ion ke dalam akar tanaman :
1. Aliran massa, ion dalam air bergerak menuju akar gradient potensial yang disebabkan oleh transpirasi.
2. Difusi, gradient konsentrasi dihasilkan oleh pengambilan ion pada permukaan akar.
Dalam pengambilan ada dua hal penting, yaitu pertama , energi metabolik yang diperlukan dalam penyerapan unsur hara sehingga apabila respirasi akan dibatasi maka pengambilan unsur hara sebenarnya sedikit. Dan kedua, proses pengambilan bersifat selektif, tanaman mempunyai kemampuan menyeleksi penyerapan ion tertentu pada kondisi lingkungan yang luas. (Foth, 1991).



PEMANFAATAN ECENG GONDOK

Bahan Utama (Batang dan Daun)
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Akhir-akhir ini perkembangan tumbuhan air enceng gondok di perairan sungai, danau, hingga ke perairan payau sangat pesat. Sekilas tanaman enceng gondok tidak berguna. Bagi masyarakat di sekitar pinggiran sungai, enceng gondok adalah tanaman parasit yang hanya mengotori sungai dan dapat menyebabkan sungai menjadi tersumbat atau meluap karena enceng gondok terlalu banyak. Begitu pula bagi para masyakat disekitar pinggiran danau yang menganggap enceng gondok yang banyak didanau adalah penggau yang menghalangi aktivitas mereka di danau tersebut.
Kenyataan ini yang bisa menjadikan eceng gondok dianggap sebagai tanaman penggangu, tetapi bila kita jeli mencari peluang, maka tanaman eceng gondok sangat bermanfaat untuk memberikan peluang usaha sebagai bahan dasar kerajinan (handy craft). Seiring dengan perkembangan iptek, Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi gulma eceng gondok di kawasan perairan danau adalah dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok, terutama bagian batang dan daunnya untuk kerajinan seni, karena batang dan akarnya banyak mengandung serat-serat yang mudah untuk diolah. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983). Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses ini bagian tumbuhan eceng gondok setelah dikeringkan ternyata bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan tas wanita yang cantik, kopor, sendal, keranjang (tempat pakaian bekas), tatakan gelas, tikar, nampan dan sebagainya. Malah belakangan ini banyak dimanfaatkan untuk mendukung industri mebel den furniture, sebagai pengganti rotan yang harganya semakin melangit. Hingga saat ini sudah banyak daerah yang mampu mengembangkan eceng gondok untuk pembuatan barang-barang kerajinan, mebel den furniture. Antara lain di Purbalingga, Dl Yogyakarta, sekitar Kota Solo, Cirebon, Lampung, Surabaya dan Bali. Bahkan sebagian barang-barang kerajinan eceng gondok dengan model dan kualitas tertentu, banyak diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat yang semakin gandrung dengan barang-barang produksi dari bahan-bahan alami (back to nature).
Pembuatan handy craft dari bahan eceng gondok ini dibutuhkan proses yang cukup lama. Eceng gondok terlebih dahulu harus dikeringkan sekitar dua minggu. Setelah eceng gondok mengering lalu dibentuk kepangan panjang yang dilakukan warga dan kelompok perajin. Setelah berbentuk kepangan panjang, eceng-eceng tersebut dianyam menjadi barang yang diinginkan. Mulai dari pot bunga, tempat sampah, box tissue, tas, topi, perlengakapan dapur hingga furniture. Untuk lebih meningkatkan daya tarik pembeli, hasil anyaman tersebut ditambahakan cat pernis. Sehingga, tampilannya lebih mengkilap dan menarik.
Rata-rata kerajinan ini dijual di pasaran dengan harga mulai dari Rp 15 ribu hingga 5 juta. Tergantung dari ukuran barang dan tingkat kesulitan anyaman.
Berikut adalah langkah-langkah dalam pembuatan karya kerajinan tangan dengan bahan eceng gondok :
• Pengumpulan eceng gondok
• Pemisahan pangkal tangkai
• Pengeringan pangkal tangkai
• Penguliran
• Pembentukan/penganyaman jadi karya seni (Tas, hiasan dinding, dompet, kursi dll)

Limbah atau sisa dari pohon eceng gondok (Eichhornia crassipes) yang sudah tidak terpakai, jika diolah dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, mulsa, media semai, pakan ternak, dan pulp/kertas. Di Jawa Tengah dan di Balige sendiri sudah dikembangkan sebagai bahan baku anyaman. Peluang bisnis ini relative lebih potensial jika dikembangkan di perkotaan. Merupakan suatu tantangan berbagai stakeholder untuk mencarikan sasaran target-target pemasarannya (Muladi, 2001). Menurut penelitian, Eceng Gondok kaya asam humat yang menghasilkan Senyawa Fitohara yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Selain itu Eceng Gondok juga mengandung Asam Sianida, Triterpenoid, Alkaloid, dan kaya Kalsium.Pembuatan pupuk Eceng Gondok yang pertama sisa dari batang, daun dan akar yang tidak terpakai lagi dicacah, campur 10% dedak halus tambahkan Em-4 kemudian tutup pakai terpal plastik selama 4 hari. Selanjutnya, suhu akan meningkat 50 derajat celcius yang menandakan proses fermentasi tengah berlangsung. Fermentasi selesai setelah suhu menurun hingga 30 derajat celcius. Pemanfaatan pupuk organik Eceng Gondok untuk pemupukan beragan jenis sayuran seperti Bayam, Cabe, Tomat, Terong dan buah-buahan. Semoga langkah Bapak Sayadih menginspirasi masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai sehingga akan lahir Sayadih-Sayadih lainnya yang peduli terhadap nilai estetika lingkungan perairan yang ada. Karena sesungguhnya masih banyak lagi manfaat Eceng Gondok tersebut, misalnya sebagai bahan pembuatan kertas, perabotan, kerajinan tangan, sebagai media pertumbuhan bagi jamur merang, dsb.

KELUARAN ECENG GONDOK
Eceng gondok masuk ke Indonesia dari Brazilia. Tumbuhan ini mempunyai tinggi 0,3-0,5 m, terapung jika tumbuh di perairan dalam, sedangkan di perairan dangkal akarnya tumbuh di permukaan tanah. Eceng gondok memperbanyak diri secara vegetatif, membentuk kelompok mengapung di atas air. Perkembangannya sangat cepat dan "rakus" minum air. Eceng gondok mampu menyusutkan air waduk Saguling antara 3 sampai 4 kali lebih cepat dibanding jika tidak ada eceng gondoknya. Dari sifat inilah eceng gondok cepat menutupi daerah-daerah perairan air tawar, dan menjadi gulma yang sangat sulit dimusnahkan, menutupi seluruh permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam air, dan juga menyumbat saluran-saluran air. Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah pertanian.
Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi gulma eceng gondok di kawasan perairan danau adalah dengan memanfaatkan tanaman eceng gondok untuk kerajinan kertas seni. Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas karena mengandung serat/selulosa (Joedodibroto, 1983). Pulp eceng gondok yang dihasilkan berwarna coklat namun dapat diputihkan dengan proses pemutihan (bleaching). Pulp juga dapat menyerap zat pewarna yang diberikan dengan cukup baik, sehingga berbagai variasi warna kertas dapat dihasilkan melalui proses ini. Kertas seni yang dihasilkan selanjutnya dapat digunakan untuk pembuatan berbagai barang kerajinan seperti kartu undangan, figura, tempat tissue dan perhiasan. Pengusahaan kertas seni seperti halnya di kawasan wisata Danau Singkarak, Sumatera Barat memiliki beberapa keuntungan. Pertama, upaya tersebut merupakan alternatif yang sangat baik untuk mengontrol pertumbuhan gulma eceng gondok di kawasan perairan Danau Singkarak. Pengusahaan ini tentunya akan didukung oleh pemerintah daerah setempat karena berdampak positif terhadap upaya pelestarian kawasan perairan Danau Singkarak. Apabila industri kerajinan eceng gondok tersebut berkembang, maka masyarakat pengrajin akan memanen gulma tersebut dari kawasan perairan danau sebagai sumber bahan bakunya. Kedua, pengembangan industri kerajinan tersebut juga akan menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar sehingga akan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Terakhir, berkembangnya industri kerajinan di kawasan wisata Danau Singkarak akan memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat dengan penyediaan berbagai cenderamata yang berdampak positif terhadap pengembangan sektor wisata di wilayah tersebut.


respon Konsumen
Pemanfaaatan eceng gondok dan kertas bekas sebagai kertas seni sudah dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera dengan hasil yang cukup memuaskan. Teknologi pengolahannya sangat sederhana, sehingga sangat mudah diadopsi oleh masyarakat sekitar danau. Peluang bisnis kertas seni ini cukup potensial dikembangkan di sekitar Danau Toba sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang memerlukan berbagai jenis souvenir etnik. Pemanfaatan eceng gondok ini memiliki fungsi ganda yaitu dalam rangka mengendalikan gulma di perairan dan sebagai bahan baku souvenir berbahan dasar kertas seni.
Sebenarnya bisnis kertas seni sudah lama digeluti orang-orang yang disebut dengan produk kertas daur ulang. Bisnis ini sudah mulai dikenal luas dan diminati oleh masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di perkotaan. Produk ini sudah banyak ditemui di etalase-etalase toko berupa souvenir cantik dan bernilai seni tinggi. Di perkotaan bisnis ini banyak dilakukan oleh kaum muda, mahasiswa, dan kelompok pengrajin lainnya. Bisnis kertas seni berbahan eceng gondok dan kertas bekas ini sebenarnya suatu inovasi menggabungkan dua kepentingan. Di satu sisi produk berbahan eceng gondok ini menghasilkan kertas dengan nilai seni yang relatif lebih indah dan di sisi lain adalah upaya pengendalian gulma eceng gondok di perairan Danau Toba. Kata kunci dari bisnis ini adalah punya kemauan besar, kreatif, dan ingin maju. Kerajinan ini sebenarnya merupakan aktivitas sederhana, tapi hasilnya luar biasa dan bernilai positif. Dengan sedikit sentuhan seni, kegiatan tersebut bias menjadi sebuah produk karya seni yang laku di pasaran dengan harga tinggi. Produk-produk ini sudah mulai diusahakan masyarakat dalam skala industri rumah tangga (home industry) sampai skala menengah. Sebagian besar dari produk kertas daur ulang ini adalah sebagai barang kerajinan atau cenderamata. Berbagai produk yang biasa diproduksi dari bahan ini antara lain kartu-kartu ucapan, hiasan dinding, tempat pensil, amplop, blocknote, figura foto, dan lain sebagainya.
Eceng gondok jika diolah dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk, mulsa, media semai, pakan ternak, dan pulp/kertas. Di Jawa Tengah dan di Balige sendiri sudah dikembangkan sebagai bahan baku anyaman. Peluang bisnis ini relative lebih potensial jika dikembangkan di perkotaan. Merupakan suatu tantangan berbagai stakeholder untuk mencarikan sasaran target-target pemasarannya (Muladi, 2001).
Dalam rangka mendukung kelestarian danau dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitarnya, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Sumatera telah melaksanakan kegiatan workshop pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku kertas seni. Kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan Pemda Kabupaten Tobasa pada tahun 2004. Dari kegiatan ini telah terbentuk kelompokkelompok pengrajin pemanfaatan eceng gondok di sekitar Danau Toba.

menurut saudara apa yang perlu ditambahkan?